Hilangkan Stigma Negatif Kusta di Masyarakat
Penderita penyakit kusta sering sekali dikucilkan di masyarakat, mereka diasingkan dan dihindari oleh masyarakat. Oleh karena itu penderita kusta bukan hanya menderita karena penyakitnya tapi juga menderita mentalnya karena sikap masyarakat kepada mereka.
Pertama kita harus mengenal dulu apa itu kusta? kusta atau lepra adalah penyakit menular yang masih ada di Indonesia, yang sering dianggap penyakit guna-guna di masyarakat. Padahal penyakit kusta sebenarnya adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Penyakit ini menyerang kulit dan jaringan saraf perifier serta mata dan selaput yang melapisi bagian dalam hidung. Pengidap kusta biasanya memiliki gejala bercak putih di beberapa bagian tubuh yang sering dikira hanya panu, kurap atau infeksi jamur saja.
WHO membagi kusta ke dalam 2 kelompok, yang pertama adalah Pausibasiler 1-5 lesi, kusta jenis ini menyebabkan rasa baal yang jelas dan menyerang satu cabang saraf. Yang kedua adalah Mutibasiler lesi >5, kusta multibasiler tak seperti Pausibasiler, rasa baaalnya tidak jelas dan menyerang banyak cabang saraf.
Kusta adalah penyakit menular tapi tidak mematikan, penderitanya bisa sembuh asalkan mau menjalani pengobatan yang tepat dan rutin. Pengobatan sedini mungkin dengan multidrugs therapy sangat efektif dalam mencegah kecacatan. Kusta dapat disembuhkan tanpa cacat jika diobati secara dini dan tepat.
Tapi adanya stigma negatif di masyarakat ini yang membuat para penderita kusta tereliminasi dan terkena mentalnya sehingga mereka sulit sembuh. Masyarakat takut berdekatan dengan penderita kusta, padahal kusta ini adalah penyakit menular yang paling tidak menular, dalam artian tidak mudah tertular dengan orang lain.
Kolaborasi Pentahelix untuk Atasi Kusta
Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Sedunia tanggal 7 April 2022 lalu, tahun ini Kemenkes mengusung tema "Hapuskan Stigma dan Diskriminasi Kusta" peringatan ini sekaligus dijadikan momentum baik untuk mengingatkan semua pihak tentang pentingnya meletakkan kesehatan sebagai prioritas dari semua aspek kehidupan.
Saat ini kusta masih menjadi issue yang luput dari perhatian masyarakat, bahkan sering terlupa jika kusta masih ada diantara kita. Saat ini Indonesia menempati urutan ke-3 sebagai penyumbang kasus baru kusta dengan 17.000 kasus per tahun. Berbagai permasalan dirasakan oleh penderita kusta, mulai dari masalah fisik, psikologis, mental dan sosial, baik pada pasien kusta, keluarga, hingga masyarakat disekitarnya.
Karena masalah kesehatan adalah tanggung jawab bersama, maka itu diadakan "Kolaborasi Pentahelix untuk Atasi Kusta" Kolaborasi Pentahelix ini adalah upaya mengedukasi masyarakat dan memutus mata rantai penularan kusta secara komprehensif di masyarakat, yang melibatkan akademisi, pemerintah, pelaku bisnis, komunitas hingga media.
Tujuan dari kolaborasi pentahelix ini adalah supaya penderita kusta dapat berobat dan sembuh total dari penyakitnya, dan tidak dikucilkan lagi oleh masyarakat, dimana akan menyebabkan penderitanya jatuh mentalnya sehingga tidak mau berobat, tidak mau keluar dari rumah karena dikucilkan masyarakat.
Hilangkan Stigma Negatif Kusta di Masyarakat
Pada hari Selasa tanggal 12 April 2022 lalu, kolaborasi pentahelix ini dibahas di Ruang Publik KBR, aku menyimaknya di live streaming YouTube Berita KBR. Narasumber pada hari itu adalah:
- Dr. dr. Flora Ramona Sigit Prakoeswa, Sp.KK, M.Kes, Dipl- STD HIV FINSDV - Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).
- R.Wisnu Saputra, SH, S.I.Kom -Ketua Bidang Organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kab Bandung.
Dr.dr Flora Ramona mengatakan kalau kesehatan itu menyeluruh bukan hanya fisik saja tapi juga mental, seperti para penderita kusta yang mengalami cacat fisik terstigma dipandang negatif. Padahal masyarakat perlu diedukasi kalau penyakit kusta adalah penyakit infeksi menular yang paling tidak menular karena penularannya butuh waktu yang lama dan juga terjadi kontak intens, itupun pada pasien yang tidak diobati.
Penderita kusta seringnya dieliminasi, misalnya dikeluarkan dari pekerjaan, dijauhi dari pasangan hidup juga oleh keluarga, dan hal ini akan mempengaruhi mental, dan menyebabkan penderitanya depresi, yg akhirnya membuat penderita kusta malu berobat, malu bersosialisasi. Dan akhirnya hal ini menyebabkan penderita tambah sakit karena tidak berobat, kurang makan bergizi karena tidak bekerja dan kesulitan ekonomi, yang akhirnya membuat penderita kusta tidak sembuh dan bisa menularkan orang terdekatnya.
R.Wisnu Saputra mengatakan untuk membantu penyandang disabilitas karena harusnya kusta dijadikan isu kemanusiaan. Jurnalis harus mengkampanyekan tentang kusta agar penderita kusta tidak terdiskriminasi di masyarakat.
Dr. dr Flora Ramona mengatakan pentingnya mengedukasi informasi tentang kusta di masyarakat adalah cara efektif untuk membantu penyembuhan penyakit kusta. Mulai dari edukasi apa saja gejala kusta, deteksi dini kusta, dan pengobatan kusta di masyarakat. Penderita kusta sangat memerlukan dukungan dari keluarga terdekat untuk membantu penyembuhan penyakitnya.
Dan edukasi tentang kusta hal ini akan berhasil kalau kita semua melakukan kolaborasi, mulai dari pemerintah, tenaga medis, media yang saat sangat bisa mempengaruhi masyarakat. Masyarakat harus tahu kalau kusta adalah penyakit infeksi paling tidak menular, sehingga apabila ada orang terdekat atau sekitarnya ada yang menderita kusta mereka tidak akan mengucilkan dan mendukung penderita kusta menjalani pengobatan. Perlu diketahui kenapa kusta adalah penyakit menular paling tidak menular karena penyakit kusta baru bisa ditularkan antara 5-10 tahun, itupun kalau kita melakukan kontak intens dengan penderita dan penderitanya tidak berobat.
Dengan adanya dukungan untuk penderita kusta, penderita dapat menjalani pengobatan sampai benar-benar sembuh, dan angka penderita baru kusta di Indonesia nantinya akan berkurang. Karena untuk mengobati kusta ini penderita kusta harus melakukan pengobatan yang rutin.
Komentar
Posting Komentar